Selasa, 19 Mei 2009

Dipertanyakan Hasil Dari WOC Stand Sulteng Terbanyak Dikunjungi

Garda Sulteng, Selasa 19 Mei 2009
Dipertanyakan Hasil Dari WOC
Stand Sulteng Terbanyak Dikunjungi
Palu, Garda Sulteng – Kehadiran Delegasi Sulteng dalam Forum World Ocean Conreferenci (WOC) dipertanyakan apa hasil yang sudah didapatkan. Apalagi keikut sertaan Sulteng dalam Forum tersebut menggunakan anggaran yang tidak sedikit selain itu sejumlah pejabat Pemrov juga ikut menghadiri iven internasional tersebut.
“Kami mempertanyakan apakah yang dibawa pulang delegasi Sulteng dari Forum WOC kemarin. Kalu memang ada pameran yang diikuti apa manfaatnya bagi Provinsi Sulteng. karena kita sebagai masyarakat juga perlu tahu apa yang sudah dilakukan oleh dlegasi Sulteng,” ungkap aktivis LSM di Palu Ewin Bulukumba kepada Garda Sulteng, Senin kemarin.
Sementara itu Kabid Kelautan Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Sulteng Ir Muhlis Lamboka kepada Garda Sulteng kemarin mengatakan keberadaan stand pameran Diskanlut Sulteng justru mendapat apresiasi besar dari pengunjung. Mereka kebanyakan ingin melihat materi pameran meliputi endemic yang dikonservasi, berupa ikan sida (Sogili.Red) Danau Poso, Banggai Cardinal Fish, rehabilitas terumbu karang metodeh rumah ikan, konservasi terumbu karang metode bioroc, kepiting kenari, tapak kuda, dan rumput laut.
“Bahkan fisik, leftlet, buku dan poster/bannerhabis disikat pengunjung. Tercatat pengunjung yang datang distand kami mencapai 1973 orang dan merupakan yang terbanyak. Bahkan kami kelabakan karena setiap hari stand Diskanlut Sulteng harus terlabat tutup karena pengunjung masih membludak. “Bahkan peserta dari provinsi dan negara luar turut mengunjungi stand pameran Sulteng karena ingin melihat Sogili dan Banggai Cardinal Fish,” ungkap Muhlis.
Untuk diketahui salah satu event yang merupakan agenda kegiatan WOC adalah Pameran Kelautan dan Perikanan, International Ocean Science. Technology and Industry Exhibition. Kegiatan ini didasari oleh perubahak iklim diantaranya sea level rise, pemanasan laut, dampak perikanan dan ekosistem. Serta memperkenalkan kekayaan potensi dan produk unggulan industry kelautan dan perikanan kepada dunia internasional. EFR

Walhi : Sebaiknya Pemda Kaji Ulang Investasi Perusahaan Sawit

Poros Edisi IX/X Mei 2009
Walhi : Sebaiknya Pemda Kaji Ulang Investasi Perusahaan Sawit
Palu, Poros – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulteng mendesak agar Pemda mempertimbangkan kembali rencana investasi sawit PT. Agung Lestari Kebun di Parigi Moutong (Parimout). Hal itu itu disampaikan melalui Kepala Divisi Advokasi dan Kampnye Walhi Sulteng Andika Setiawan saat ditemui media ini Selasa pekan lalu di kantornya.
“Sebaiknya Bupati Parimout mengkaji ulang rencana tersebut. Hal ini berterkaitan dengan kelemahan dan dampak yang ditimbulkannya. Ini dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan yang lebih objektif agar tidak terjadi masalah kedepan ,” ungkapnya.
Dia menjelaskan bahwa perkebunan kelapa sawit adalah jenis tanaman asing dilingkungan petani Indonesia dan diperkenalkan pertama kali pada tahun 1884” jelas Andika.
Lebih lanjut kata Andika tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang dibawa dari Afrika Barat oleh Belanda ditanam pada saat itu di Kebun Raya Bogor. Kemudian mulai dikembangkan secara komersial pertamakali pada tahu 1911 terangnya.
Andika juga mengingatkan Bupati Parimout, bahwa kelapa sawit memiliki segudang kelemahan dan dampak jangka panjang maupun jangka pendek yang sangat ekstrim. Menurtnya kelapa sawit merupakan jenis tanaman monokultur yang semestinya hanya diperkuat dalam bentuk intensifikasi, kini telah diperluas dan hingga saat ini secara laten mengancam kehancuran komoditi local dibeberapa daerah.
Disisi lain menurun andika kelemahan mendasar kelapa sawit karena tanaman ini merupakan komoditi yang sangat rakus menggunakan air, disamping itu kata Andika tanaman kelapa sawit belakangan telah menjadi penyumbang karbon terbesar menurut data yang dipublikasikan PT. Pelangi Abadi Citra Enviro (PEACE), 2007, Indonsia menduduki pringkat ketiga akibat deforestasi dimana salah satunya disebabkan oleh aktivitas pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dengan komposisi emisi berkisar 551(tCO2) pada pembukaan lahan mineral ditambah dengan pembukaan lahan kayu mencapai angka 661 (tCO2).
“Sementara hasil pembagian kelapa sawit umumnya masih dalam kerangka yang menguntungkan perusahaan lebih banyak. Baik dalam praktek Perkebunan Inti Rakyat (PIR), baik dari plasma, maupun inti pada substansinya tetap mendukung hasil dengan pembagian 80 persen bagi perusahaan dan 20 persen bagi petani. Itupun harus dibagi dengan penghasilan daerah,” kata Andika.
Dika, panggilan akrab pria yang masih duduk dibangku kuliah sebagai mahasiswa jurusan Komunikasi Untad ini menjelas lebih lanjut bahwa kolaborasi modal dalam perkebuna kelapa sawitpun hanya menjanjika komoditi ini sebagai sumber surplus yang terus menaikkan tingkat pengembalian nilai dari perluasan aliran modal usaha.
Sementara pihak lain yang memiliki kepentingan besar dengan pola ketergantungan yang diciptakan dalam relasi produksi industry perkebunan kelapa sawit seperti buruh dan petani hanya dianggap sebagai sesuatu yang bisa ditukar apabila sudah tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
“Artinya dengan segudang permasalahan yang diakibatkan dari pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit, mestinya Bupati Parimout sudah berfikir lebih jauh kedepan. Tidak harus mengejar volue atas pemenuhan Pendapatanm Asli Daerah (PAD) semata, sementara eksistensi kesuburan tanah dan masa depan pertanian diabaikan,” jelasnya.
Padahal menurut Andika semangat perkebunan besar harusnya mampu melahirkan gagasan komoditi yang bisa diperbaharui dan memberikan jalan kesejahteraan bagi masyarakat, akan tetapi dengan tingkat kerusakan yang ditimbulka penguasaan tanah secara mayoritas, kelak hanya menyisahkan padang luas yang tandus kekeringan. PHAY

Minggu, 17 Mei 2009

Pemkot Perjuangkan Kepentingan Teluk Palu

Garda Sulteng, Jum’at 15 Mei 2009

Pemkot Perjuangkan Kepentingan Teluk Palu

Palu, Garda Sulteng – Pemerintah Kota (Pemkot) Palu yang di wakili Wakil Walikota Palu, Mulhana Tombolotutu, mengikuti kegiatan symposium internasional Kelautan yang telah dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Kamis kemarin. Keikut sertaan Kota Palu dalam symposium tersebut, selain telah terjadwalkan juga untuk melakukan berbagai kepentingan untuk Teluk Palu dengan pendekatan pembangunan kawasan. Seperti diketahui bahwa Kota Palu telah ditunjuk dan ditetepkan sebagai bagian dari Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu (KAPET) di Sulawesi Tengah. Sehingga memungkinkan jika issue soal kelautan menjadi bagian terpenting untuk Kota Palu. Mengingat bahwa potensi Teluk Palu sangat memungkinkan kearah yang lebih spesifik, misalnya pengelolaan hasil laut dan pariwisata.
Selain itu juga Kota Palu sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) mempunyai arti penting untuk pengembangan dan peningkatan investasi. Sehingga dalam momentum WOZ ini, Kota Palu dapat mengambil peran khususnya dibidang hasil laut, industry dan pariwsata. “Ketiga kompenen tersebut dapat diupayakan menjadi perhatian, sehingga dengan hadirnya KAPET dan KEK dapat menjadi tringger bagi pengembangan dan pembangunan Kota Palu.
“Karena melihat kepentingan kawasan tersebut maka Kota Palu juga berupaya untuk turut ambil bagian didalamnya. Sehingga anekdot persoalan dilaut jangan dibawa didarat, itu tidak berlaku dalam forum WOC,” ujar Mulhana.
Selain aktif dalam forum WOC, Kota Palu juga mengikuti pameran dengan menghadirkan informasi tentang Kota Palu melalui penerbitan buku Doing Bussines dan Palu Sight Seeing. Menariknya, dari forum WOC, Pemerintah Kota Palu melalui Tim Sekretariat Kota Palu di Kapet Palapas telah melakukan pembahasan dan dael dengan Dewan Kelapa Nasional akan melaksanakan pertemuan Dewan Kelapa Nasional di Kota Palu. EFR

Jumat, 15 Mei 2009

Banjir Kembali Landa Moutong

Garda Sulteng, Jum’at 15 Mei 2009
Banjir Kembali Landa Moutong
Pamong, Garda Sulteng – Setiap turun hujan, Kecamatan Moutong Kabupaten Parigi Mautong (Pamong), selalu menjadi langganan banjir. Selasa (13/5) lalu, hujan mengguyur, sejak pukul 05.00 wita dini hari, menyebabkan tiga desa di Kecamatan Moutong terendam banjir, yakni Desa Gio, Salumpengut dan Desa Moutong Barat.
Arfan, salah seorang warga setempat melaporkan, sejak sore hujan tidak redah hingga malam, diperkirakan air yang menggenangi pemukiman penduduk itu merupakan air yang berasal dari luapan bendungan Moutang yang bertemu dengan air laut pasang, sehingga membuat air meluap.
Di Desa Moutong Barat tepatnya di Dusun II Lenturu, puluhan rumah warga terendam air setinggi pinggang orang dewasa. Tidak hanya itu puluhan hektar sawah yang baru ditanami padi juga ikut terendam. Banjir kali ini juga meluap hingga kebadan jalan Trans Sulawesi. Banjir terparah, kata Arfan terjadi di Desa Salumpengut tepatnya di Dusun I, ditempat ini, sekitar 60 rumah rusak akibat digenangi air yang berasal dari sungai Selumpengut. Luapan sungai Salumpengut mengakibatkan satu bangunan masjid tepat dipinggiran sungai hampir amruk akibat derasnya kikisan air sungai.
“Akibat banjir ini, beberapa sekolah terpaksa harus diliburkan, karena tingginya air yang merendam rumah warga, bahkan warga sempat panik saat air mulai meninggi,”ujar Arfan saat menemui Garda Sulteng melalui ponselnya. Selain menghantam Desa Moutong Barat dan Salumpengut, banjir kali ini juga merendam rumah warga di Dusun V Desa Gio. Ditempat ini, puluhan rumah terendam air, bahkan beberapa rumah mengalami kerusakan karena dihantam air yang meluap secara tiba-tiba. KHR

Rabu, 13 Mei 2009

Relokasi Dongi-dongi dan Kepentingan REDD

Media Alkhairat, 14 Mei 2009
Relokasi Dongi-dongi dan Kepentingan REDD
Oleh: Wilianita Selviana
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sulawesi Tengah

Belakangan telah mencuat lagi tentang rencana relokasi masyarakat Dongi-dongi yang bermukim dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Sejak reclaiming (aksi pendudukan lahan) yang dilakukan pada tahu 2000 di kawasan ini, sudah tiga kali rencana relokasi pada tahun 2002, 2004 dan 2007 ini gagal.
Namun kali ini sepertinya pemerintah daerah tidak main-main lagi, sinyal ini sudah terlihat ketika Gubernur Sulawesi Tengah H.B. Paliudju yang terpilih pada Pilkada Gubernur pada tahun 2006 menyatakan tidak ada pembanguna sarana pendidikan maupun sarana kesehatan di Dongi-dongi dengan alasan wilayah tersebut merupakan zona rehabilitasi kawasan TNLL. Lalu pernyataan ini disusul dengan pernyataan Kepala Balai Taman Nasional Lore Lindu (BTNLL) Widagdo, bahwa sebelum terjadi pengrusakan kawasan Dongi-dongi merupakan zona inti kawasan TNLL, namun kondisinya saat ini yang membuat status dialihkan menjadi zona rehabilitas.
Aksi penolakan masyarakat Dongi-dongi yang berkali-kali dilakukan hanya ditanggapi dingin baik oleh pemerintah daerah maupun BTNLL. Sikap mereka seolah-olah menegaskan bahwa kali ini tidak ada lagi kompromi. Deforestasi di TNLL akibat praktek ilegal logging yang dilakukan oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab menjadi alasan kuat untuk merelokasi masyarakat Dongi-dongi.
Dalam kasus ini pemerintah daerah begitu gigih mempertahanka kawasan hutannya dengan alasan konservasi berbeda dengan kasus alih fungsi kawasan hutan untuk pertambangan, perkebunan sawit ataupun HPH/IUUPHHK mereka justru dengan besar hati memberikan hutannya dirambah.
Kegigihan ini jelas terlihat dengan program relokasi tahun 2009 yang telah direncanakan melalui anggaran program percepatan pembangunan Sulawesi Tengah, seperti yang tertuang pada Instruksi Presiden Inper No. 7 tahun 2008 tentang Program Percepatan Pembangunan Sulteng 2008-20110. Lagi-lagi jelas ada intervensi dari pemerintah pusat.
Jika dicermati fenomena perubahan iklim dan tawar-menawar tari REDD (Reduction Emmission Degradation), maka akan bisa dilihat keterkaitan masalah ini. Deforestasi (penebang hutan) ternyata telah menjadikan salah satu penyebab Indonesi sebagi focus perhatian dunia karena perannya dalam mengahasilkan emisi gas rumah kaca.
Akibat deforestasi, Indonesi menempati posisi ketiga di dunia sesudah Amerika Srikat dan Cina sebagai penghasil emisi rumah kaca. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan bahwa deforstasi, kebakaran hutan dan pengeringan lahan gambut disebut-sebut sebagai penyebab utama emisi Indonsi (Dilworthet/2008:20)
Penggunaan lahan dan alihfungsi tanah mengakibatkan pelepasan 2-3 miliyar ton CO2 setiap tahun (Anderson & Kuswardono 2008: 3). Tentu saja hal ini berkaitan erat dengan skema REDD karena tuntutannya adalah memasukkan peninggian stok karbon dan pengelolaan hutan secara berkelanjuta yang cenderung pada pendekatan nasional (Angelse 2008). Menteri Kehutanan akan memiliki kekuasaan dalam memberikan hak untuk kegiatan REDD. Pemerintah Indonesia juga telah menyatakan dukungannya terhadap pemasukan total kredit REDD kedalam pasar karbon yang sudah ada (Angelsen 2008: 49). Bank Dunia memberikan perkiraan yang jauh lebih tinggi yaitu US$2-20 milyar pertahun untuk mengurangi deforestasi sebesar 10-20% (FOEI 2008).
Sementara banyak organisasi non pemerintahan (ornop) mengkhwatirkan dana REDD akan dialihgunakan untuk mendanai perluasan perkebunan kayu. Seperti disebutkan diatas, Mentri Kehutanan menentukan diri sebagai aparat koordinasi utama untuk skema REDD di Indonesia.
Menteri Kehutanan terkait erat dengan kepentingan disektor pulp and paper dan perkebunan di Indonesia. Draf Kebijakan REDD menyatakan bahwa siapa saja yang memegang izin dari Menteri Kehutanan termasuk pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan pemegang Izin Usaha Pemanfaata Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanam (IUPHHK-HT) dapat mengembangkan proyek REDD dan menyerahkan usulannya ke Menteri Kehutanan (Anderson & Kuswardono 2008: 6). Tanda-tanda yang sangat membahayakan.
Dongi-dongi merupakan salah satu wilayah yang dianggap potensial menjaga stok karbon yang ada di Indonesia.
Tentunya dengan alasan statusnya sebagai zona inti dalam kawasan TNLL dan kemudian rusak lalu akan direhabilitasi.
Kemungkinan terbesarnya ketika kawasan ini di rehabilitasi, pilihan utamanya adalah dengan penanaman tanaman hutan homogen yang kurang lebih akan sama dengan Hutan Tanam Industri (HTI). Sehingga upaya relokasi masyarakat Dongi-dongi adalah keputusan final yang tidak bisa diganggu gugat lagi sebagaimana disetujui oleh Menteri Kehutanan dan diamini melalui dana program percepata pembangunan Sulawesi Tengah.
Sementara disisi lain, Menteri Kehutanan berencana akan menerbitkan izin pinjam pakai kawasan untuk rencana pembangunan PLTA Lindu dalam kawasan TNLL yang katanya hanya membutukan lahan kurang lebih 10 Ha.
Sikap tidak konsisten ini memang suadah sejak lama ditunjukkan oleh pemerintah dengan adanya kebijakan BTNLL tentang pengakuan terhadap Desa Katu, Doda, dan Toro. Kebijakan ini secara prinsip mengakui sistem penglolaan ketiga desa tersebut dalam pengelolaan sumberdaya alam.
Meskipun semangat pengakuan tersebut tetap melekatkan ketiga desa itu kedalam subordinat TNLL.
Lalu bagaimana dengan Dongi-dongi dan desa-desa lain yang berada dalam kawasan TNLL yang tidak memperoleh pengakuan hingga saat ini.
Padahal, desa-desa itu juga memiliki pengelolaan sumberdaya alam yang arif dan ekologis.
Mestinya terhadap desa-desa itu juga diberi pengakuan, sehingga pemerinta melalui BTNLL tidak bertindak diskriminatif di Lore Lindu. Apalagi sikap ini didasari oleh kepentingan lain seperti REDD yang sudah pasti sangat jauh dari tuntutan sederhana kehidupan masyarakat yang membutuhkan lahan produktif untuk peningkatan kesejahteraan mereka yang justru diabaikan.***

Selasa, 12 Mei 2009

Sorak-ST Sesalkan Penangkapan Aktivis WALHI

Media Alkhairat, Rabu 13 Mei 2009
Sorak-ST Sesalkan Penangkapan Aktivis WALHI
PALU – Puluhan Aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Sulawesi Tengah, Selasa (12/5), menggelar aksi didepan Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sulawesi Tengah. Aksi ini merupakan solidaritas atas penangkapan dua aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang di tangkap aparat di Manado Sulawesi Utara, saat menggelar aksi menentang World Ocean Conference and Coral Triangle Initiative (WOC-CTI) beberapa hari lalu.
Dua aktivis Walhi itu adalah Berry Nardian Furqan dan Erwin Usman. Keduanya ditangkap saat bersama Forum Keadilan, Kelautan dan Perikanan (FKKP) melakukan aksi di Manado.
Aksi puluhan aktivis di Mapolda Sulteng yang tergabung dalam Solidaritas Rakyat Anti Kekerasan Sulawesi Tengah (Sorak-ST), adalah gabungan dari LSM, Sarekat Hijau (SHI), Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND) Palu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulteng, Jaringan Advokasi Tambang Sulawesi Tengah (Jatam ST), Lembaga Batuan Hukum Sulawesi Tengah (LBH-ST), Kontras Sulawesi, dan Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR).
Dalam aksinya, massa mengingatkan, bahwa penangkapan yang terjadi kepada aktivis Walhi tersebut merupakan ‘penampakan’ atas kekerasan yang tak pernah kunjung usai oleh aparat Polisi.
“Ini adalah potret bahwa hingga hari ini, kekerasan belum bisa dihentikan. Kegiatan WOC-CTI, ingin menjual hasil kekayaan laut Indonesia, dan nelayan tidak dilibatkan dalam konfrensi ini. Mereka yang membela dan melindungi negara malah ditangkap, bahkan dengan tuduhan teroris,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sulteng Wilianita Selviana dalam orasinya.
Oleh karena itu, di depan Mapolda Sulteng kemarin, massa Sorak-ST mendesak polisi untuk membebaskan dua aktifis Walhi tersebut. Kemudian mendesak Polda Sulteng menyelesaikan semua kasus kekerasan yang dilakukan oknum kepolisian terhadap masyarakat sipil, dan mengutuk “pembungkaman” melalui cara-cara kekerasan.
“Kami mengutuk penangkapan aktivis Walhi oleh aparat polisi Sulawesi Utara. Dan mendesak agar menghentikan intimidasi, teror dan kekerasan terhadap Forum Keadilan, FKKP di Manado,” ujar Wilianita dalam pernyataan sikapnya.
Meski dalam penjagaan ketat aparat kepolisian, massa Sorak-ST akhirnya membubarkan diri dan kembali ke markas mereka.( nanang)

Senin, 11 Mei 2009

Terkait Penangkapan Dua Aktivis Walhi LSM di Sulteng Ajukan Protes Ke Kapolri.

Media Alkhairaat,
Selasa, 12 Mei 2009

Terkait Penangkapan Dua Aktivis Walhi

LSM di Sulteng Ajukan Protes Ke Kapolri.

PALU- Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Sulawesi Tengah Yakni Kontras Sulawesi yang berkantor di Sulteng, Yayasan Tanah Merdeka (YTM), Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat Sulawesi Tengah (PBHR Sulteng), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM Sulteng) dan Liga Mahasiswa Untuk Demokratik (LMND) Eksekutif kota palu, Senin (11/5) mengajukan protes keras ke Kapolri, Jend. Pol Bambang Hendarso Danuri.
Edmon Leonardo dari Kontras Sulawesi mewakili sejumlah LSM tersebut mengatakan , Protes keras sejumlah lembaga di Sulteng tersbut terkait dengan penangkapan dua aktifis walhi Nasional Berry, Nadian Furqan (Direktur EN Nasional WALHI) dan Erwin Usman (Kepala Departemen Penguatan regional WALHI) pada 11 Me 2009 di Malalayang, Manado Sulawesi Utara, saat menggelar Forum Keadilan, Kelautan dan Perikanan (FKPP) yag bermaksud menyampaikan pesan alternative pada acara World Ocean Confrence (WOC) di Manado yang dilakukan oleh polisi Polwitabes Manado.
Selain itu kata edmon, protes keras itu juga dilakukan terkait dengan stand milik FKPP di Malalayang yang dibubarkan dan disegel paksa serta di obrak-abrik oleh polisi pada sabtu (9/5).
Edmon mnyebutkan, sedianya kegiatan tersebut terlaksana sejak tanggal 9 hingga tanggal 17 Mei 2009 dengan tujuan menyampaikan pesan alternative selain dari WOC dan Coral Triangle Initiative (CTI).
“Bentuk kegiatan yang direncanakan diantaranya Workshop, Seminar, acara Publik, Pameran budaya seperti kerajinan nelayan hasil laut, acara ini dari prespektif nelayan hasil laut. Salah satu kegiatan yang telah di persiapkan oleh FKPP adalah Kongres Nelayan Nasional Indonesia yang akan di ikuti oleh 20 negara,”Jelasnya.
Mengenai pemberitahuan kegiatan edmon , Eknas Walhi sebagai salah satu organisasi yang tergabung dalam FKPP adalah telah menyampaikan surat ke Mabes Polri sejak 28 April 2009, surat itu juga ditembuskan ke Kesbang Linmas Manado. Pada 7 Mei 2009, Kesbang telah mengeluarkan izin yang sama. Tanpa alasan yang jelas, pada 9 Mei 2009, Polwitabes Manado dan Kesbang mencabut surat izin.
“Pembubaran dan penyegelan kegiatan FKPP tidak di dasari oleh alasan hukum, penerapan UU Nomor 9/1998 tentang Kemerdekaaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, Namun Polisi beralasan bahwa kegiatan FKPP dikategorikan sebagai kegiata terorisme dengan Unsur pelanggaran UU teroris karena bermaksud membubarkan forum wold ocean conference (WOC),” Terkait dengan hal itu, Edmon menegaskan , pihaknya mendesak pihak kepolisian Republik Indonesia, Kapolri dan Kapolda Sulut menghentikan tindakan represif pembubaran penangkapan dan penyegelan atas kegiatan FKPP di Manado; mengutuk tindakan Kepolisian dan pemda manado yang membubarkan kegiatan FKPP merupakan pelanggaran hak asasi manusia, menghilangkan/membatasi kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat di muka umum termasuk kebebasan berekspresi; dan mendesak agar KOMNAS HAM segera memanggil pihak-pihak yang terkait, Kapolda Sulut dalam kasus penangkapan sewenang-wenang ini.
“Kami mendesak agar POLRI dalam menjalankan tugas dan kewajibannya tidak berlau represif dengan menggunakan cara-cara penangkapan paksa, pembubaran forum penyampaian pendapat yag telah mengikuti prosedur hukum dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan.(*/RAHMAN)

Kamis, 07 Mei 2009

Warga Dongi-Dongi Tetap Direlokasi

Media Alkhairat, Kamis 7 Mei 2009
Warga Dongi-Dongi Tetap Direlokasi
PALU – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah tetap akan merelokasi warga yang kini bermukim dalam kawasan inti Taman NAsional Lore Lindu (TNLL).
Humas Balai Besar Taman Nasional Lore-Lindu (BBTNL), Haruna SP di Palu, Rabu (6/5) mengatakan, upaya relokasi dilakukan dengan cara persuasive.
Namun pelaksanaan relokasi baru dilakukan setelah semua sarana dan prasarana di lokasi pemukiman baru yang disediakan pemerintah daerah sudah rampung.
Menurut dia, warga dalam zona inti TNLL harus dipindahkan, demi menjaga kelestarian flora dan fauna.
Apalagi, TNLL merupakan kawasan hutan lindung yang juga merupakan paru-paru dunia sehingga perlu diperhatikan dan dijaga kelestarian hutan dan juga semua jenis satwa, termasuk binatang langkah khas Sulawesi.
Karena itu kata Harun, semua pihak termasuk masyarakat yang ada disekitar maupun dalam kawasan TNLL perlu bersama-sama mendukung program relokasi dimaksud.
“Yang jelas sebelum direlokasi, tentunya pemerintah daerah terlebih dahulu akan menyediakan lokasi pemukiman baru dan juga fasilitas umum yang dibutuhkan warga,” kata dia.
Pihak BBTNL tidak memiliki kewenangan untuk memindahkan warga. “Tugas kami hanya menjaga kelestarian kawasan TNLL,” ujarnya.
Sementara kewenangan penuh untuk melakukan relokasi adalah pemerintah daerah. “Jadi sekali lagi bukan BBTNL yang merelokasi warga dari dalam kawasan, tetapi Pemprov Sulteng,” katanya seperti dilansir Antara.
Sejumlah permukiman warga dalam kawasan TNLL yang akan direlokasi, termasuk masyarakat yang saat ini bermukim dan membuka kebun di Dongi-Dongi.***

Selasa, 05 Mei 2009

12 Anggota Brimob Diperiksa Propam

Media Alkhairat, Selasa 5 Mei 2009
Terkait Penembakan Warga Sioyong
12 Anggota Brimob Diperiksa Propam
PALU – Dua belas oknum anggota Brimob Polda Sulteng, Senin (4/5) diperiksa penyidik Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulteng, terkait kasus penembakan dua warga Desa Sioyong Kecamatan Damsol Kabupaten Donggala pekan lalu.
Selain dua belas oknum anggota Brimobda Sulteng itu, Propam juga memeriksa Kasat Brimobda Sulteng Kapolres Donggala dan Kapolsek Dampelas.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sulteng AKBP Irfaizal Nasution Senin kemarin mengatakan, pihaknya tidak akan menutup-nutupi kasus apapun yang melibatkan anggota kepolisian. Diperiksanya tiga perwira itu juga kata Irfaizal, merupakan bukti keseriusan Polda untuk menuntaskan kasus penembakan warga tersebut.
“Kami sedang melakukan penyelidikan terhadap dua belas oknum anggota Brimobda Sulteng termasuk para perwiranya seperti Kasat Brimobda Sulteng, Kapolres Donggala, dan Kapolsek Dampelas, untuk mengetahui siapa yang harus bertanggung jawab atas kejadian tersebut,”jelas Irfaizal Nasution saat menerima puluhan mahasiswa asal Dampelas yang berunjuk rasa di Mapolda Sulteng Senin kemarin.
Menurut laporan yang masuk kepihak polda, kejadian tersebut adalah ulah dari provokator. Kronologisnya, polisi sebelumnya diminta oleh pihak perusahaan untuk mengamankan berjalannya aktivitas penambangan perusahaan, pada tanggal 17 April lalu.
Karena, masyarakat Sioyong melakukan pemblokiran jalan sehingga pihak perusahaan tidak bisa masuk.
Karena aksi ini, masyarakat diminta untuk membubarkan diri dan tidak lagi menghadang pihak perusaan agar bisa masuk.
“Memang pihak kepolisian mendapatkan permohoan dan pengawalan dari perusahaan. karena dalam hal ini, dihadang oleh masyarakat. Saat itu terjadi negosiasi, namun masyarakat tetap bertahan ditempat tersebut,” ungkap Irfaizal.
Negosiasi yang berlangsung dari maghrib hingga pada waktu malam hari warga juga tak beranjak. Dan tibalah pada saat malam muncul pelemparan yang dilakukan oleh beberapa warga.
“Kapolsek pada saat itu meminta tolong untuk tidak melakukan pelemparan. Bahkan dari pelemparan itu lima orana anggota brimob terluka. Dan ketika terjadi pelemparan terpaksa kami mengambil tindakan kepolisian. Kami membubarka dengan gas air mata dan penembakan dengan peluruh karet. Dan dalam undang-undang jika terjadi hal seperti itu maka bisa mengambil langkah kepolisian,” kata Irfaizal.
Pernyataan Kabid Humas AKBP Irfaizal Nasution itu juga berkaitan dengan adanya aksi puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Hinpunan Pelajar Mahasiswa Dampelas (HPMD) di depan Mapolda Sulteng. mahasiswa ini meminta pihak kepolisian untuk menindak oknum anggota polisi yang menembak dua warga Desa Sioyong Kecamatan Damsol Kabupaten Donggala pekan lalu.
Dalam tuntutannya, massa meminta agar Kapolda Sulteng Brigjen Polisi Suparni Parto untuk segra mencopot semua oknum polisi yang terlibat dalam penembakan warga tersebut.
Menurut HPMD, beberapa pihak yang dianggap bertanggung jawab adalah Kasat Brimobda Sulteng, Kapolres Donggala, serta Kapolsek Dampelas.
“Kapolses Dampelas telah mengintruksikan langsung penembakan tersebut, sehingga harus dicopot dari jabatannya dan di pecat secara tidak terhormat,” kata Trisno, coordinator aksi didepan Mapolda Sulteng kemarin.
HPMD juga menuntut agar Kapolda Sulteng juga menghukum anggota Brimobda yang terlibat dalam aksi penembakan itu, serta menuntut agar Direktur PT. Asean Tunggal Mandiri Perkasa untuk diperiksa dan dinyatakan sebagai tersangka.
Sementara itu Kepala Bidang Humas Polda Sulteng AKBP Irfaizal Nasution mengatakan saat ini pihaknya telah memeriksa semua oknum polisi yang terkait. “Kami sudah lakukan pemeriksaan terhadap Brimobda Sulteng, Kapolres Donggala, Kapolsek Dampelas, dan 12 orang satuan Brimobda Sulteng,” kata Irfaizal kepada lima negosiator demonstran. (nandar/nanang)

Senin, 04 Mei 2009

Walhi Desak Pemerintah Pro Nelayan di WOC

Media Alkhairat, Selasa 5 Mei 2009
Walhi Desak Pemerintah Pro Nelayan di WOC
PALU – Wahana Lingkungan Hidup Indonesi (WALHI) Sulteng mendesak pemerintah menunjukkan keberpihakannya pada nelayan tradisional di iven World Ocean Conference (WOC) 11-15 Mei di Manado mendatang.
Hal itu diungkapkan, kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng, Andika dalam siaran persnya yang diterima Media Alkhairat, Senin (4/5). Menurut Andika, Walhi mengharapka pemerintah juga mendesak dunia internasional untuk lebih memperhatikan serta memposisikan nelayan sebagai subjek dari kebijakan pengelolaan sektor kelautan dan perikanan, karena selama ini posisi nelayan hanya sebagai objek dari kebijakan baik yang bersifat eksploitatif maupun konservatif.
“Hal itu dapat dilihat pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan migas lepas pantai yang jelas-jelas membatasi areal tangkapan nelayan, seperti yang terjadi di Blok Tiaka maupun pertambangan migas lepas pantai lainnya di Sulawesi Tengah dan adanya kebijakan pemerintah yang bersifat konservatif juga justru membatasi areal penangkapan nelayan tradisional,” jelasnya.
Andika menyebutkan, Walhi Sulteng tidak mengaharapkan lahirnya kebijakan yang justru membatasi hak pengelolaan nelayan, sebab ada dua hal yang menjadi penting untuk diperhatikan masyarakat dunia maupun pemerintah sendiri. Di Sulteng sendiri kebijakan konservatif berbanding lurus dengan kebijakan yang bersifat eksploitatif dimana kedua kebijakan ini memposisikan nelayan sebagai objek hingga berpengaruh pada tingkat kesejahteraannya.
Disisi lain kata Andika, peran tekhnologi menjadi ancaman besar terhadap daya tangkap nelayan tradisional, maka seharusnya pemerintah sudah harus mereview dan merumuskan kembali kebijakan pengelolaan sumber daya laut yang lebih berkeadilan, berprinsip ekologis dan berkelanjutan sehingga WOC tidak hanya menjadi ajang yang menghabiskan anggaran dan konsolidasi perdagangan karbon saja.
“Sudah sepatutnya WOC menjadi momen buat pemerintah untuk melahirkan kebijakan pengelolaan sumber daya alam laut yang relevan dan pro dengan kondisi nelayan dengan tetap mempertimbangkan aspek ekologi dan keberlanjutannya,” tegasnya.
Sementara itu Staff Advokasi dan Kampanye bidang Pesisir Laut Walhi Sulteng, Nilmawati mengatakan, di Sulawesi Tengah sendiri permasalahan overfishing masih menjadi polemic yang belum terselesaikan melalui keberadaan bagang-bagang listrik di Teluk Palu yang sangat merugikan nelayan tradisional.
“Hilangnya semangat keberpihakan terhadap nelayan-nelayan tradisional di Teluk Palu juga ditunjukkan pemerintah daerah melalui ketidak tegasannya menerapka Perda Nomor 9 Tahun 2005 yang membatasi penggunaan alat tangkap ikan di Teluk Palu,” tandasnya. (*/RAHMA

Ekspor Sulteng Turun 67,20 Persen

Media Alkhairat, Senin 4 Mei 2009
Ekspor Sulteng Turun 67,20 Persen
PALU – Ekspor Sulawesi Tengah pada Maret 2009 tercatat 4,22 ribu ton, mengalami penurunan 67,2 persen dibandingkan periode Februari 2009.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulteng Razali Ritonga, akhir pekan lalu, mengatakan penurunan volume ekspor tersebut dipicu anjloknya komoditi kakao 98,12 persen, komoditi kayu 1,57 persen serta barang dari kayu senilai 2,79 persen.
“Penurunan ekspor dipengaruhi kondisi cuaca yang otomatis membuat volume menurun,” katanya. Tujuan ekspor terbesar yakni, Malaysia sebesar 4,10 ribu ton, Belgia 0,05 ribu ton, Prancis 0,04 ribu ton dan Korea 0,03 ribu ton.
Pintu keluar ekspor masih melalui pelabuhan pantoloan dengan volume 4,20 ribu ton dan sisanya melalui pelabuha Loli sebesar 0,03 ribu ton.
Seorang petani kakao Biromaru, Amir mengatakan jika panen kakao Maret ini melimpah ruah dibanding sebelumnya. Banyak petani yang langsung melakukan penjualan.
Seorang petugas gudang kakao di Mamboro, Ruslin mengatakan jika stok kakao cukup tersedia hanya saja daya angkut yang tak memadai. Biasanya pengiriman ekspor tiga kali atau empat kali dalam sebulan, namun kali ini hanya mampu mengirim dua kali. (srihafsa)

Halim: PT INCO Abaikan Prinsip Kelestarian Ekologi

Garda Sulteng, Senin 4 Mei 2009
Halim: PT INCO Abaikan Prinsip Kelestarian Ekologi
MOROWALI, Garda Sulteng – Polemik keberadaan lubang-lubang eksplorasi yang ditinggalkan begitu saja oleh PT International Nicel Indonesia Tbk (PT INCO) di wilayah Kecamatan Bahodopi dan Petasia, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng), dinilai banyak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan disekitar daerah eksplorasi.
Tidak ditutupnya bekas galian-galian tersbut, menunjukkan bahwa perusahaan ini telah mengabaikan prinsip-prinsip kelestarian ekologi, lebih parah lagi telah mengabaikan keselamatan warga yang telah bermukim disekitar wilayah tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Halim Amirullah, Kepala Kantor Yayasan Tanah Merdeka (YTM) Morowali kepada media ini, Minggu (3/5) kemarin.
PT INCO, kata Halim, sudah sepantasnya mengambil tindakan atas lubang-lubang yang telah mereka hasilkan, dengan cara menutup kembali lubang bekas eksplorasi dan melakukan rehabilitasi terhadap lubang-lubang tersebut, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
“Agar tidak terkesan telah mengabaikan prinsip-prinsip ekologi dan mengabaikan keselamatan warga yang bermukim disekitar wilayah eksplorasi di Bahodopi dan Petasia, maka PT Inco harus menunjukkan sikap bertanggung jawabnya dengan cara menutup lubang-lubang tersebut dan melakukan rehabilatasi kembali”, ungkapnya.
Dirinya juga menyesalkan sikap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan pihak-pihak terkait yang terkesan lamban dan tidak tegas dalam menangani masalah ini. Padahal, kata Halim, lubang-lubang eks galian eksplorasi ini pernah menelan korban jiwa pada tahun 2008 lalu.
“Saya juga mengharapkan pemerintah daerah dan pihak terkait bisa bersikap serius dan dapat mengambil langkah-langkah tegas dalam menyikapi masalah ini. Apalagi sudah ada korban jiwa yang jatuh”, ungkapnya.
Ditemui terpisah, Koordinator Solidaritas Anti Korupsi (SAKSI) Sulawesi Tengah Ivan Yudharta mengatakan, berdasar data yang dihimpun menunjukkan lubang galian PT Inco disekitar Desa Ganda-ganda telah memakan korban jiwa. Pada tahun 1990 silam, dua warga desa disekitar wilayah tersebut terjeremabab kedalam lubang galian tersebut, mengakibatkan keduanya mengalami cacat seumur hidup.
“Ironisnya, kedua korban tidak mendapatkan kompensasi sebagai biaya pengobatan dari PT Inco selaku pemilik areal usaha pertambangan,” ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah meskinya mengevaluasi tiap kegiatan usaha pertambangan di daerahnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana dampak usaha pertambangan terhadap lingkungan dan masyarakat.
“Evaluasi atas dampak dari usaha pertambangan mesti dilakukan pemerintah melalui instansi tekhnis terkait. Upaya ini juga sebagai bentuk proteksi pemerintah untuk perlindungan lingkungan dan hak masyarakat yang berdiam disekitar usaha pertambangan,” kata dia menjelaskan.
Selain itu, menurut Ivan, tiap usaha pertambangan diwajibkan melakukan reklamasi atas lahan yang dijadikan area usaha pertambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu akibat kegiatan usaha pertambangan.
“Untuk itu, tiap perusahaan tambang harus menyediakan dana reklamasi untuk perbaikan fungsi dan daya guna lahan pasca usaha pertambangan,” kata aktifis Perhimpinan Rakyat Pekerja (PRP) itu.
Sementara itu Hubungan Masyarakat (Humas) PT Inco, Syaiful Gobel yang dikonfirmasi via telepon genggam terkait keberadaan lubang-lubang yang berada disekitar pemukiman warga mengatakan, bahwa memang ada lubang bekas galian yang diakui sebagai bekas eksplorasi dari PT Inco. Namun, menurut Syaiful, diantara lubang tersebut sudah tidak jelas lagi yang mana bekas galian PT Inco, dan yang mana galian dari PT Hoffman International. Sebab kata dia, ada dua perusahaan yang melakukan eksplorasi dilahan yang sama, diantaranya disekitar Desa Ganda-ganda, Kecamatan Petasia.
“Memang kami akui diantara lubang-lubang pasca tambang itu adalah lubang bekas kegiatan dari PT Inco. Hanya saja, sudah tidak jelas mana lubang pasca tambang yang diakibatkan oleh kegiatan PT Inco dan mana lubang diakibatkan oleh PT Hoffman. Sebab antara Inco dan Hoffman membuat kegiatan tambangnya pada lokasi yang sama. Jadi disini terjadi tumpang tindih lahan tambang antara dua perusahaan. makanya sudah tidak jelas lagi,” jelasnya.
Namun, ketika media ini mengkonfirmasi bukankah ada titik-titik koordinat yang dibuat oleh ahli geologis setiap perusahaan tambang sebelum diadakan pengeboran, Syaiful Gobel mengatakan bahwa memang masih ada file titik-titik koordinat lubang yang dapat memberikan petunjuk lubang-lubang mana saja milik PT Inco dan mana milik PT Hoffman. Namun, kata Syaiful, pihaknya harus membuka data-data lama dulu, dan hal itu memerlukan waktu.
“Iya memang, ada data-data titik koordinat sebelum pengeboran, namun berarti kami harus membuka file-file lama yang jumlanya sangat banyak. Dan itu memerlukan waktu”, jelasnya.